01 December 2006


BAYI- BAYI UTOPI

Kami kini datang dengan rasa cinta yang begitu agung, dalam heningnya rasa kasih yang mereka sembelih. Kami melaju dalam langkah yang berpadu dengan degup jantung, isak tangis yang belum pernah terdengar sebelumnya, menyakitkan

Kami mengitari sayap- sayap bumi yang yang kian menyedihkan, mengajarkan kesantunan bermimpi. Kami menembus setiap dinding budaya yang manghalangi. Kami masuk kedalam tulang sejarah yang akan kami ukir sendiri, hening...hening...dan tidurlah sahabat.
Perlahan kami masuki kepekatan yang mulai memperlihatkan wujudnya dalam kebeningan cahaya, kami masuki setiap gorong gorong yang tersisa. Kami terawangi setiap kekosongan hati, lantas kami lempari mereka dengan kayu yang tanpa kekuatan pun akan menembus kulit kebohongan, kami percaya. Pelan sekali kami berjalan di antara reruntuhan kemanusiaan, sesekali melihatnya dengan mata yang tak lagi sanggup memandang. Memahat hasrat ke atas pusara kemunafikan, lambat laun pusara akan berubah menjadi batu, tak lagi tertembus cahaya dari langit pengampunan.

Gerbang kami buka tanpa tenaga, tak terkunci karena tidak ada siapapun yang mampu menguncinya, melangkahkan kaki di bentangan tanah peradaban, kemudian menginggalkan kemurnian yang tercipta secara alami. Bila saja mereka ada di sini untuk melihat apa yang kami saksikan, jika saja mereka di sini menyaksikan kami menguliti ibu yang telah lama mendosa, jika saja kami tak pernah terlahir ke bumi untuk menikmati mimpi ini. Terus terang, tempat ini adalah realisasi dari setiap dokumentasi imajinasi yang hampir di bunuh mati, adalah sebuah lapang yang merebus kemampuan untuk memandang. Bangku-bangku telah di persiapkan, kami merasa tak ingin lagi pergi.

Apa yang harus kami katakan pada mereka agar mereka mampu menggambarkan kebeningan ini?. Di sini terpahat nama Tuhan dengan jelasnya, di sini tertulis setiap tanggung jawab yang mereka tinggalkan untuk kesombongan. Setiap langkah yang mengantar kami ke dekat matahari begitu jelas terekam, setiap tarikan napas yang kami hembuskan adalah usaha yang tidak sia- sia.

Menapaki setiap anak tangga puri, mengingatkan kami bahwasannya kami pernah hidup bersama. Menjelajahi lorong- lorong absurditas berwarna perak mengkilap, kami tahu tanah inilah yang dimimpi setiap puisi. Menelusuri rahim keabadiaan dalam kesaksian tak terbantahkan, kami percaya pada tanah ini.

Pada setiap puri yang menjadi tempat kami berteduh terlukis wajah manusia tanpa luka. Pada setiap istana tempat kami berlindung terekam muka setiap senyum yang tak hanya dari manusia. Hanya saja pada setiap anak tangganya di lumuri oleh darah orang- orang yang di anggap menyeberang.

Kami pulang kepangkuan ibu kenyataan, dengan peluh yang tanpa henti tercucur dari tubuh kami, perih. Kami kembali ke bawah selimut mimpi kami masing- masing, dengan rasa lelah yang membuat kami tak lagi ingin melangkah, pedih.

Sahabat, bila nanti kau kembali tanpa dendam yang mendalam, datang dan tanyakan padaku tentang segala hal yang ingin aku ceritakan padamu. Sahabat, seandainya kau dan aku satu.

Kemudian nanti tiba hari raya
Ujung dari bulan Ramadhan
Bulan yang paling dipenuhi kemunafikanDibanding bulan-bulan apapun yang lain
Bulan dimana Tuhan dicengkiwing masuk pasar
Tuhan, Nabi Muhammad dan Islam memperoleh gilirannya
Untuk diperjuangkan masuk rating industri hiburan televisi
Untuk sementara waktu saja, menggantikan bornya Inul Daratista

- potongan puisi 'Grup Hantu', Kiai Kanjeng -

FOR EVERY GIRL WHO IS TIRED OF ACTING WEAK WHEN SHE IS STRONG, THERE IS A BOY TIRED OF APPEARING STRONG WHEN HE FEELS VULNERABLE.

FOR EVERY BOY WHO IS BURDENED WITH THE CONSTANT EXPECTATION OF KNOWING EVERYTHING, THERE IS A GIRL TIRED OF PEOPLE NOT TRUSTING HER INTELLIGENCE.

FOR EVERY GIRL WHO IS TIRED OF BEING CALLED OVER-SENSITIVE, THERE IS A BOY WHO FEARS TO BE GENTLE, TO WEEP.

FOR EVERY BOY FOR WHOM COMPETITION IS THE ONLY WAY TO PROVE HIS MASCULINITY, THERE IS A GIRL WHO IS CALLED UNFEMININE WHEN SHE COMPETES.

FOR EVERY GIRL WHO THROWS OUT HER E-Z-BAKE OVEN, THERE IS A BOY WHO WISHES TO FIND ONE.

FOR EVERY BOY STRUGGLING NOT TO LET ADVERTISING DICTATE HIS DESIRES, THERE IS A GIRL FACING THE AD INDUSTRY’S ATTACKS ON HER SELF-ESTEEM.

FOR EVERY GIRL WHO TAKES A STEP TOWARD HER LIBERATION, THERE IS A BOY WHO FINDS THE WAY TO FREEDOM A LITTLE EASIER.


"forward from www.crimthinc.com"

21 November 2006

ANAK- ANAK KECIL

Ini sore melankoli sekali

Saya teringat masa kecil saya

Rumput dan kebun penuh liku

Sawah dan mandi lumpur

Perlahan saya menangis

Saya rindu pada itu

Kebodohan saya

Kepolosan saya

Mimpi saya jadi pahlawan tiap malam

Bagaimana anak saya nanti?

Siapa temannya?

Televisi atau monitor komputer?

Saya suka mandi lumpur

Saya suka duri yang menembus kaki saya sewaktu main bola hujan- hujan

ESENSI SEBIJI EMBUN.

Aku adalah sebiji embun di pantat daun

Menunggu saat ku lumpuh, runtuh

Ketika perginya subuh,aku akan siap jatuh

Aku menunggu waktu dimana namaku bukan lagi embun

Karena saat itu akan kucium harum tanah

Aku adalah bagian dari semesta

Batu,mungkin dia adalah batu yang akan aku sentuh saat aku jatuh

Tak apalah bila harus kujalani

Segalanya tak akan mungkin aku sesali

“ROMAN PITJISAN”

Aku gak mau kow pergi

Aku gak mau kow tinggalin

Karna kow udah mencuri hatiku

Karna kow udah menjarah jiwaku yang miskin

Aku mau kow balikin aku ke semula

Biar miskin jiwaku gak kosong

Di dalemnya ada mimpi dan harapan

Tapi mereka tlah kow curi, dasar bajingan!!

Sekarng aku gak punya apa2

Aku mau bunuh diri ajah

Gantung diri di pohon kelapa

Atawa minum air minyak tanah

Tapi sebelumnya aku mau lihat kow dulu

Perempuan brengsek yang tlah membuatku BT

Aku mau kow melihatku

Melihatku dengan rasa kecewa yang memerah

Dulu kow yang berpikir aku yang akan ninggalinmu

Ternyata ini akal bulusmu untuk ninggalin aku

Kow memang brengsek!!

Perempuan brengsek sedunia dan seakherat!!

Asal kow tau ajah

Setelah ini aku akan ngisap ganja

Biar ketawa dan lupain kow dan brengsekmu itu

Dasar perempuan brengsek

Sekali brengsek tetap brengsek!!!